KEBIASAAN hari ahad Iqbal selalu menolong uminya untuk membersihkan taman umi Iqbal yang berada di belakang rumah mereka itu. Iqbal termenung memikirkan Aina. Semenjak dua menjak ini fikirannya hanya di diami oleh gadis comel itu. Umi Iqbal menanam bunga ros yang baru sahaja di belinya ke dalam pasu yang baru. Papa Iqbal, Tuan Haji Abdullah Timothy sedang membaca surat khabar di bawah pondok di taman itu dan Kaliyshah sedang menyiapkan kerja rumah disebelah papanya.
" Iq... Umi nak taruh bunga ros ni kat pondok tu... Kita susun memanjang. Umi dapat bayangkan bila bunga ni dah mekar. Cantik kan, Iq? " Soal uminya yang menghidu bau bunga ros itu.
" Iq... Ya ALLAH! " Umi Iqbal terperanjat bila melihat anak bujangnya menyiram pasu bunga yang sama sejak 5 minit yang berlalu. Tuan Hj Abdullah Timothy, Kaliyshah dan Iqbal terkejut apabila Puan Afifah menjerit dan merasa sedih.
" Dear, why the face? " Soal papa Iqbal.
" Iqbal is ruining my flowers. See... Dah 5 minit Iqbal siram pasu bunga yang sama. Habis macam kolam..! " ujar uminya yang sedih.
" I'm sorry.. I'm so sorry umi.. Iq tak perasan tadi. " Kata Iqbal yang mengurut dahinya.
" Iqbal, tengah fikirkan ape? " Soal papa Iqbal yang sudah arif berbahasa melayu lebih dari 20 tahun.
" Its who papa... not what.. " sampuk Kaliyshah.
" Kaliyshah! " Jerit Iqbal. Kaliyshah tersenyum menampakkan giginya yang putih.
" Betul ke ni, Iq? Sape perempuan tu?" senyum uminya yang sudah redha dari perasaan marah bila dapat tahu anak bujangnya telah jatuh cinta.
" Tak ade lah.. No one. " Iqbal cuba menafikannya.
" Umi tahu Iq tipu umi. Naluri seorang ibu.. Sayang. " balas uminya.
" What's her name? Boleh papa tahu? " Pujuk papa Iqbal.
" Nur Aina Muslihah... " Jawab Iqbal dengan senyuman.
" Bila papa nye tanya dijawab pulak.. Iq, macam ni lah. Kenalkan dia pada kami ya sayang? Umi nak sangat jumpe bakal menantu umi. Hujung minggu depan bawa dia kerumah ya? Umi masak yang special untuk orang yang special tu.." kata uminya yang tersenyum gembira. Iqbal menangguk perlahan. Mahu ke Aina nanti di ajak ke sini? Soal Iqbal di dalam hatinya.
Perbualan itu terhenti apabila datang seorang gadis memakai baju kemeja dan skirt pendek.
" Hai uncle, auntie. Iq.. " tegur Nadia yang membawa kotak berisi makanan.
" Assalammualaikum kak Nadia. " Tegur Kaliyshah. Uminya mengetap bibir dan membesarkan matanya. Dia memang tahu kaliyshah memang tidak suka dengan Nadia.
" Ape ni... Isya pula yang salah. Kan baik bagi salam daripada kata ' hai '. Kita kan umat Islam. " Protes Kaliyshah.
" Walaikumsalam, Isya. " Jawap Nadia yang tidak senang dengan teguran Kaliyshah.
" Nah uncle, auntie. Kuih Dia yang bakar tadi. " kata Nadia yang membagi kotak yang berisikan kuih. Puan Afifah mengambilnya dengan senyuman.
" Terima kasih ya, Dia. Buat susah aje. " ujar Puan Afifah.
" Sendiri buat ke? Beli di kedai? " Sindir Kaliyshah.
" Kaliyshah! Pergi masuk dalam. " perintah uminya. Kaliyshah membuat muka masam.
" Ehh... Tak pelah umi.. Biasalah tu.. Budak - budak kan. " Nadia berpura - pura senyum dan menghampiri Iqbal.
" Iq... Jom teman I Shopping.. " pujuk Nadia.
" Tak boleh lah.. I busy." Iqbal memberi alasan entah ajakan ini adalah ajakan ke berapa. Iqbal takut Nadia akan salah faham nanti dengan niat Iqbal bahkan Nadia tidak lebih dari sebagai adiknya sendiri.
" Alaaa... " Nadia memuncungkan bibirnya.
" Kalau orang tak nak pergi.. jangan dipaksa... " Kata Kaliyshah.
" Isya, kenape cakap macam tu... " tegur papanya.
" Yelah yelah... Kak Dia nampak cantik hari ni.. " puji Kaliyshah. Tuan Hj Abdullah Timothy dan Puan Afifah tersenyum bila Kaliyshah memuji Nadia apatah lagi Nadia. Yalah, baru sekali ini Kaliyshah mengeluarkan kata yang manis.
" Tapi... perempuan lebih cantik kalau pakai baju kurung dan bertudung, kan umi?" Soal Kaliyshah.
" KALIYSHAH! " Jerit tiga beranak itu.
" SAYE mewakili seluruh senior yang lain di sini ingin mengambil kesempatan ini untuk memohon maaf sepanjang orentasi ini berlangsung. Segala gurau, tawa dan sedih akan jadi kenangan yang akan kita kenang sampai bila - bila. Jutaan terima kasih kepada pihak junior dan juga senior atas kerjasama yang diberikan oleh anda sepanjang orentasi. Sampai di sini saja orentasi ini. Kamu boleh bersurai sekarang. Assalammualaikum.. " Ujar Iqbal dengan yang membuat hujah penutup orentasi junior di dalam dewan.
Aina dan Mary kini bergegas menuju ke pintu keluar dewan. Mary meletakkan lengannya ke bahu kanan Aina.
" Wow orentasi dah habis. Macam tak caye aje... Aku rasa aku akan... rindu kumpulan aku lah beb... " Ujar Mary.
" Mary, baik kau pegang bahu kiri aku. Cepattt... Aku ni dah lah pendek nanti.. makin pendek pulak. " Gurau Aina yang cuba untuk melepaskan diri dari pintu dewan.
" Khurafat lah benda tu... " Balas Mary.
" Aku tau lah... Aku main - main aje. Tu pun buat muka serius. "
" Aina, bukan Hariz ke tu? Dia menuju kat kita lahh.... " Ujar Mary yang nampak kelibat Hariz sedang berlari anak ke arah mereka.
" Hishh... Dia lagi.. Ape dia nak hah? Mary, aku sorok belakang kau. Pinjam badan kau.. Ya? " Kata Aina yang menyorok belakang Mary.
" Aina, dia dah nampak kau lah buat ape kau sorok lagi... "
" Habis tu kita buat ape ni? Lari lah jom... " ujar Aina yang ingin mengatur langkah tapi lengannya di pegang oleh Hariz.
" Lepaskan lengan aku. Kau nak ape lagi ni, Riz? Aku penat lahh... " Pinta Aina agar dilepaskan banyak juga junior yang masih berada di situ. Aina takut Mia akan nampak adegan ini. Mary berada di belakang mereka berdua.
" I nak minta maaf, Aina. Please give me a sec. We need to talk. " Rayu Hariz dan melepaskan pegangannya.
" Aku dah lama maafkan kau. Aku tak ada masa lagipun tak ada ape - ape yang hendak di bincangkan lagi. Semua itu adalah masa lalu. " Kata Aina dengan tenang.
" Aina, I dah tersalah pilih.. I tak tau bezakan yang mana kaca dan yang mana permata. " Ujar Hariz dengan sedih.
" Hariz! You buat ape dengan perempuan gatal itu? " Jerit Mia yang mengatur langkah ke arah mereka dengan muka yang merah menyala.
" Ehh Aina, kan aku dah cakap Hariz milik aku. Kau jauhkan diri kau dari Hariz. Perempuan murahan! " Teriak Mia agar di dengar oleh junior yang berkumpul di situ dan menunggu di ambil oleh ibubapa masing - masing. Aina menahan rasa sabarnya. Mary, di sebelahnya ingin membalas kata Mia tapi Hariz terlebih dahulu bersuara.
" Mia! Jaga mulut kau! " Marah Hariz.
" Riz, yang you marah dekat I ni nape? Sebab perempuan gatal ni kan? You masih cintakan Aina kan! " marah Mia.
" Kau ni, Aina perempuan tak tahu malu. Perampas! " Jerit Mia hampir semua yang berada di situ mendengarnya.
" Mia, kau jangan kata Aina macam tu. Kau yang perampas bukan Aina! " Mary tiba-tiba bersuara.
" Mary... Dahlah.. Biarkan aje dia. Dia tahu hal yang sebenarnya.. " Pujuk Aina agar Mary tidak melayan ucapan Mia.
" Mia! Sudah cukup..! Mulai saat ini kau bukan lagi teman wanita aku. Aku serik melayan perangai manja kau tu..! " ujar Hariz. Aina dan Mary terkejut mendengarnya.
" What? You're breaking up with me? Ini semua kau punya pasal lah ni. Perempuan hodoh! " Mia menjerit seperti orang yang hilang akal dan secara tiba - tiba dia menarik tudung yang di pakai oleh Aina hingga menampakkan rambutnya yang lurus tapi sedikit keriting itu dan menampar pipi gebu milik Aina. Aina terkilan bagaikan tidak percaya Mia sanggup melakukannya sebegitu dan mengeluarkan airmata. Belum sempat Hariz ingin menolong Aina. Mia menolak Hariz hingga gugur ke lantai. Mary yang hilang sabar melompat kearah Mia dan menarik rambut lurus Mia.
" Kau ni pengkhianat, Mia. Pengkhianat. Sahabat jenis ape kau ni? " Gertak Mary. Mereka berdua terus begelut.
" Cepat panggil senior! " Jerit salah seorang junior.
" Bagi aku lalu! " Marah Iqbal yang berada di permukaan pintu keluar dewan dan menuju ke arah Aina yang kaku dan tidak bertudung. Lalu Iqbal mengutip tudung Aina dan menyarungnya ke kepala Aina.
" Aina... " ujar Iqbal dengan lembut bagaikan hendak menangis ketika melihat aurat Aina terbuka.
Mary kini berhenti dari bergelut dengan Mia apabila Taufiq datang menarik dan menasihatinya. Hariz bangun dari tempat rebahnya tadi. Rambut Mia kini kelihatan agak kusut dan tidak lurus lagi seperti tadi. Iqbal menghampiri Mia dan menunjuk ke arah muka Mia yang pucat dengan jari telunjuknya.
" Kalau kau cuba untuk menyentuh Aina dan menfitnahnya lagi.. Aku takkan berdiam diri dan aku takkan sengan - sengan untuk menyakiti kau. Kau faham! " Jerit Iqbal. Rasa takut jelas ternampak dimuka Mia. Iqbal memegang tangan Aina dengan erat dan membawanya pergi dari situ. Hariz dan yang lainnya memandang mereka dari jauh.
*********************** BERSAMBUNG KE BAHAGIAN 11 ***********************
Tiada ulasan:
Catat Ulasan